NHernika

6/recent/ticker-posts

Téh NH Ngeblog

Téh NH Ngeblog (Diajar Nyerat, Nyaliksik Diri, Ngéjah Badan)

STUDY TOUR DAN UANG JAJAN

 STUDY TOUR DAN UANG JAJAN

Mendengar berita tentang seorang ayah yang membunuh anak kandungnya gara-gara minta uang untuk study tour, benar-benar membuat prihatin. Beratnya kondisi ekonomi, membuat seorang ayah khilaf hingga tega membunuh anak kandung sendiri, miris sekali.
Saya langsung teringat pengalaman ketika sekolah di SMP. Waktu itu, sekolah mengadakan study tour ke Borobudur. Sebagai anak yang tinggal di kampung, tentu saja Borobudur adalah tujuan yang sangat menarik karena selain berhubungan dengan sejarah (waktu itu dikenal sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia), kita juga bisa mengunjungi obyek wisata lainnya di Jawa Tengah. Piknik ke tempat yang jauh dari kampung halaman di usia yang masih belia, tentunya sesuatu yang membuat angan melambung. Siapa yang gak mau ke sana? Saya ingin sekali daftar, tapi karena waktu itu saya dan kakak masih satu sekolah (saya kelas dua dan kakak kelas tiga), ayah hanya memberi ijin dan uang untuk kakak. Alasannya karena uang yang dimiliki oleh ayah hanya cukup untuk satu orang. Melihat kondisi itu, saya sama sekali tidak marah apalagi iri pada kakak, karena ayah memberi pengertian bahwa untuk saya masih ada kesempatan tahun depan.
Ketika pihak sekolah mengabsen dan saya tidak ikut dengan alasan seperti yang disebutkan ayah, pihak sekolah sebenarnya memberi peluang bisa bayar setengahnya untuk saya sehingga tetap bisa ikut (ada kebijakan jika satu keluarga ada dua anak, maka yang satu boleh bayar setengahnya). Namun ya itu, meski hanya bayar setengah, saya tetap tidak ikut karena khawatir memberatkan orang tua dan lagi-lagi saya berharap tahun depan bisa ikut study tour. Apa yang terjadi? Tahun berikutnya sekolah tidak lagi mengadakan study tour dan akibatnya, sampai sekarang usia hampir setengah abad, saya belum pernah mengunjungi Borobudur. 😂😅
Ada sedikit sesal yang menyelimuti hati, kenapa dulu gak ikut padahal sekolah sudah memberi keringanan. Tapi juga sama sekali tak menyalahkan ayah yang tak memberi ijin untuk study tour. Terbayang jika saat itu maksa, mungkin ayah harus pinjam ke sana kemari. Namun dari kejadian tersebut saya membuat kesimpulan, untuk para siswa, jangan sia-siakan kesempatan ikut study tour di sekolah, karena belum tentu sekolah mengadakan setiap tahun dan kalau pun mengadakan pastinya tempat yang dituju beda-beda. Begitu banyak manfaat yang kita peroleh jika ikut study tour karena selain menambah pengalaman dan pengetahuan, juga akan menjadi kenangan tak terlupakan seumur hidup.
Kita bisa saja pergi piknik sendiri atau bersama keluarga. Tapi kebersamaan dengan teman, adalah pengalaman berharga yang tak mungkin didapat di tempat lain. Selain itu, piknik sendiri membutuhkan biaya yang lebih besar. Butuh waktu, kesempatan, keberanian, pokoknya seabreg pertimbangan kalau sengaja pergi piknik sendiri. Apalagi setelah punya keluarga. Jangankan tidak ada uang, ketika punya uang pun tetap harus ada persetujuan pasangan, kemana kita pergi. Pertanyaannya, dari mana uangnya untuk pergi study tour bagi yang tidak mampu?
Banyak diantara kita yang merasa berat dengan kegiatan study tour. Dianggap tak penting, hanya menghambur-hambur uang, dan mungkin ada yang berpendapat bahwa sekolah hanya berniat mencari keuntungan. "Jangankan untuk biaya study tour, untuk beli cabé saja sudah pusing tujuh keliling," begitu sebagian pendapat orang tua. Padahal jika kita mau menyisihkan uang jajan, kegiatan study tour bisa saja diikuti oleh siapapun karena study tour biasanya adalah program yang sudah diberitahukan jauh sebelum pelaksanaan. Biasanya pihak sekolah mengundang orang tua dan saat itu diberitahukan tujuan dan berapa besaran biaya sehingga orang tua bisa mempersiapkan segala sesuatu diantaranya dengan menyisihkan uang jajan.
Yang saya tahu, uang jajan rata-rata anak SD sebesar 5.000 bahkan ada yang 10.000. Untuk SMP dan SMA pasti lebih dari itu. Uang sebesar itu murni untuk jajan, karena anak-anak pergi dan pulang sekolah jalan kaki atau diantar jemput langsung oleh orang tua (daerah kami belum ada angkot apalagi gojek). Jika satu hari mau menyisihkan 2.000 saja dan jumlah hari sekolah rata-rata 250 hari pertahun, maka akan terkumpul uang sebesar 500.000 rupiah. Jika menyisihkannya 5.000, jelas terkumpul 1,25 juta. Jumlah yang lumayan besar dan pastinya cukup untuk ongkos study tour jenjang SD/SMP. Mungkin ada yang menyanggah jangankan menabung 2000/hari, buat bekalnya saja tidak ada. Sekali lagi saya bicara fakta, bahwa uang jajan anak-anak SD saat ini minimal 5.000 (Saya sering bertanya pada anak-anak berapa bekal mereka perhari. Tak ada satu pun anak yang tidak membawa bekal uang meskipun sudah diwajibkan membawa bekal makanan). Jadi, sebenarnya tak ada alasan buat tak menyisihkan uang jajan, jika anak-anak mau disiplin dan dibiasakan hidup hemat. Anak hendaknya dibiasakan menabung dari uang jajan, bukan di luar uang jajan.
Yang jadi masalah adalah, adanya rasa kasihan jika anak ke sekolah tidak diberi uang jajan. Umumnya orang tua banyak yang tidak tega jika anaknya tidak jajan. "Karunya pan, Bu, piraku anak batur jajan anak urang kalah molohok ningalikeun." Itulah sebabnya, mereka lebih mementingkan uang jajan ketimbang belanja harian. Lebih baik makan tanpa lauk ketimbang anak tidak diberi bekal buat sekolah. Jadi, kata siapa sekolah gratis, wong bekalnya saja ga bisa ngirit? 😇
Kembali ke masalah seorang ayah yang tega membunuh anaknya gara-gara tidak mampu memberi ongkos study tour, semoga ke depan tak lagi terjadi. Yang penting, ada komunikasi yang baik antara anak, orang tua dan pihak sekolah supaya tidak memberatkan siapapun. Tak perlu menyalahkan pihak sekolah apalagi menghentikan program yang sudah jelas ada manfaatnya karena saya yakin, pihak sekolah pun sudah mempertimbangkan sebaik mungkin ke mana maksud dan tujuan study tour, termasuk mempertimbangkan terjangkau atau tidaknya oleh orang tua. Orang tua tidak perlu merasa malu untuk mengajukan keberatan atau tidak mengikutsertakan anaknya jika benar tidak mampu. Guru tetap memberi nilai dengan obyektif tanpa pengaruh study tour. Anak yang tidak ikut tidak perlu merasa minder dan yang ikut tak perlu mengolok-olok apalagi mengucilkan. Tetaplah hidup damai penuh persahabatan, jangan sampai terjadi geng-gengan gara-gara ikut dan tidak ikut study tour. Dan yang pasti, jika ingin punya pengalaman banyak, sisihkan uang jajan, ikutlah study tour. 🙏
Bojongmangu, 29-02-2020

Posting Komentar

0 Komentar